“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan
manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
(Al-Mu’minun : 12-14)
Pernahkah kita
bertanya pada diri tentang ‘siapa saya?’ Pertanyaan mendasar yang kadang kita
belum mengetahui persis jawabannya. Terkadang kita hanya mengetahui diri kita
sebatas nama diri, ortu kita, plus alamat tinggal dan sedikit karakter
yang melekat. Tapi benarkah kita hanya sebatas itu? Nah, pada bagian pertama
buku ini akan dijelaskan siapa kita, yang insya Allah setelah membaca dan
memahaminya, kita akan menjadi mahasiswa cerdas yang paham who am i ?
MANUSIA ADALAH CIPTAAN ALLAH
Bukan hal yang aneh jika kita pernah
mendapati kucing kita mati, tanaman kita kering, dan tetangga kita meninggal
dunia. Semua yang hidup pasti mati. Ini adalah sebuah keniscayaan. Sejak Nabi
Adam as hingga kiamat nanti, ketentuan ini tetap berlaku.
Hal ini tentunya akan membuat kita berpikir,
bagaimana kematian bisa terjadi dan kemana kehidupan yang sebelumnya? Dan
pasti, ada suatu kekuatan besar yang menggerakan itu semua. Allahu Akbar!
Inilah yang membuat Harun Yahya—ilmuwan muslim dari Turki—berhasil meruntuhkan
teori Darwin yang dikenal dengan The Origin of Species yang dikemukakan
tahun 1859. Teori ini mengatakan bahwa manusia sebenarnya termasuk jenis hewan
yang telah mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi dari jenis-jenis
hewan lainnya. Proses perkembangan manusia ini memakan waktu ribuan tahun, dari
amoeba sampai menjadi kera. Kemudian dari kera ada yang berevolusi menjadi
manusia sempurna, meskipun sebagian masih ada yang tetap menjadi kera. Doktrin
ini sudah ditanamkan kepada kita sejak kecil dan menjadi bagian ilmu yang kita
kaji di bangku pendidikan. Begitu kuatnya doktrin ini mempengaruhi kerangka
berpikir kita, sehingga tidak mengherankan jika kita menganggap semua itu
adalah benar. Padahal ada sisi yang meragukan kebenaran teori ini. Jika manusia
merupakan hasil evolusi dari kera, tentunya selama masa evolusi tersebut
adalah masa transisi, sehingga memungkinkan ada kera setengah manusia, ataupun
ada kera hampir jadi manusia, sebagai bentuk peralihan menuju manusia sempurna
sampai sekarang. Namun kita tidak pernah menjumpai bentuk tersebut bukan?
Inilah mata rantai yang hilang, salah satu kelemahan teori ini yang tidak dapat
terjawab sampai sekarang.
Kemudian jika manusia berasal dari kera,
bagaimanakah kisah Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah?
Mungkinkah mereka dalam wujud kera juga sebagai hasil dari evolusi? Tentu saja
hal tersebut tidak mungkin. Nah, apakah masih mau bersikeras, kalau manusia
awalnya dari kera?
Sebagai insan yang beriman, tentunya tidak
diragukan lagi keyakinan dalam diri kita, bahwa manusia adalah ciptaan Allah,
dilahirkan ke dunia pertama kali dalam bentuk manusia, kemudian menjalani masa
kehidupan di dunia, sampai akhirnya saat yang ditentukan tiba, yaitu kembali
kepada pencipta, Allah Maha Kuasa.
Allah swt sebagai pencipta manusia, tentu saja
mempunyai kekuatan besar untuk mematikan (mengambil kembali) makhluk
ciptaan-Nya. Jadi kematian adalah hukum Allah yang pasti. Ruh yang tiada itu
tentu saja akan kembali pada Allah dengan proses yang tak terjangkau akal kita.
Kita harus ingat bahwa manusia sebagai makhluk tentu tidak akan sama dengan
penciptanya (Allah), karena itu akal kita tidak bisa menjangkau ke wilayah yang
disana hanya ada kekuasaan Allah. Sepakat bukan?
PROSES
PENCIPTAAN MANUSIA
Tentu kita ingin mengetahui bagaimana proses penciptaan manusia. Dalam
Al-Quran, Allah swt. menjelaskan kronologis kejadian penciptaan manusia. Mulai
dari bahan baku penciptaannya, proses perkembangannya, dan pertumbuhannya dalam
rahim ibu, hingga ia kemudian dimatikan dan dibangkitkan kembali dari kematian
itu. Kronologis penciptaan manusia itu ketika dikomparasikan dengan ilmu
pengetahuan modern dengan analisis ilmiahnya saat ini, sedikitpun tidak
ditemukan pertentangan. Perhatikanlah ayat Al-Quran di bawah ini :
“Hai manusia jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang
telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang
diwafatkan dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dulu diketahuinya. Dan kamu lihat bumi
ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hidup dan
suburlah bumi itu dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Al-Hajj : 5)
Subhanallah! Segala sesuatu sudah diperhitungkan Allah
sedemikian rupa. Cermati sekali lagi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang
luar biasa dari ayat ini. Masih ada lagi ayat yang berbicara tentang proses
penciptaan manusia. Ini khusus berkaitan dengan janin di dalam rahim yang
mengalami 3 kegelapan. Kita perhatikan ayatnya yuk!
“…Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan. Yang berbuat demikian itu adalah Allah…” (Az-Zumar: 6)
Tiga kegelapan yang dimaksud ayat tersebut adalah kegelapan dalam perut,
kegelapan dalam rahim dan kegelapan dalam selaput yang menutup janin dalam
rahim. Seperti yang telah dijelaskan dalam QS. Az-Zumar ayat 6. Hal ini juga
tidak terbantahkan secara ilmiah.
Lebih jelas lagi, ayat Al-Quran yang menggambarkan proses penciptaan
manusia adalah pada QS. Al-Mukminun ayat 12-14, yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang
(berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Al-Mukminun:
12-14)
Dari ayat diatas ada 2 kesimpulan isi kandungan ayat tersebut, yaitu :
a. Penegasan Allah swt. bahwa manusia merupakan
makhluk ciptaan-Nya yang asal kejadiannya berasal dari saripati tanah.
Bagaimana menurut ilmu pengetahuan mengenai asal kejadian manusia? Menurut ilmu
Biologi, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan asal kejadiannya adalah dari
tanah. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan metode abu bekas bakaran
dari makhluk hidup tersebut. Hasil penelitian abu bekas bakaran tersebut
diketahui bahwa unsur-unsur asli yang terdapat dalam diri manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan sama dengan unsur-unsur yang terdapat dalam tanah, yaitu,
oksigen, hidrogen, zat belerang, zat arang, kalium, natrium, iodium, asam
arang, air, dan zat-zat lainnya yang berfungsi sebagai pelengkap.
b. Informasi dari Allah swt. tentang proses
kejadian manusia ketika masih berada dalam kandungan.
Sesuai
ayat tersebut, proses kejadian manusia dalam kandungan yaitu :
· Allah swt menjadikan saripati tanah yang
terdapat dalam tubuh manusia sebagai nutfah (air yang berisi
spermatozoa), yang kemudian ditumpahkan ke dalam qarar (rahim)
· Allah swt. menjadikan nutfah sebagai alaqah
yang berbentuk gumpalan darah menyerupai buah lecis atau lintah.
·
Dari alaqah, Allah swt. menjadikannya
sebagai mudghoh, yaitu segumpal daging yang menyerupai daging hancur
yang telah dikunyah.
·
Dari mudghoh, Allah swt. menjadikannya
sebagai idzam, yaitu tulang atau rangka.
·
Kemudian tulang atau rangka itu dibalut oleh
daging.
·
Setelah itu Allah swt. menjadikannya sebagai
makhluk dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk manusia yang telah berkepala,
berbadan, bertangan dan berkaki.
Bagaimana menurut pandangan ilmu pengetahuan tentang proses kejadian
manusia?
Menurut ilmu biologi, spermatozoa yang berasal dari laki-laki (suami)
melalui proses senggama masuk ke dalam qarar (rahim) wanita (istri). Di
dalam rahim, spermatozoa ini bertemu dengan sel telur atau ovum istri sehingga
terjadi pembuahan. Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot, kemudian
mengalami nidasi atau menempal pada salah satu dinding rahim. Pada titik itulah
ia membesar dengan sistem perkembangan sel, yaitu membelah diri dari satu
menjadi 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya menurut deret ukur, menjadi berkas
sel-sel yang berbentuk seperti buah murbei. Kemudian tumbuh memanjang, gepeng
seperti lintah, kedua ujungnya melekat pada dua titik pada dinding rahim, lalu
salah satu ujungnya lepas dan terbentuklah segumpal daging yang dihubungkan
dengan seutas tali ke dinding rahim ibunya. Dalam proses selanjutnya, daging
itu tumbuh menjadi tulang yang beruas-ruas panjang, kemudian berkembang menjadi
kerangka badan yang lengkap serta otot menutupi tulang-tulang itu. Sesudah 120
hari atau 4 bulan masa kandungan, maka
jabang bayi sudah lengkap dengan segala organ-organ tubuh sebagai manusia dan
setelah sembilan bulan sepluh hari bayi tersebut siap dilahirkan.
Unsur
Manusia
Manusia hidup dari rangkaian unsur-unsur tertentu yang menyusun struktur
kepribadiannya. Allah menciptakan manusia melalui dua tahap. Allah pertama kali
menciptakan jasadnya, kemudian meniupkan ruh ke dalam jasad itu, sebagaimana
pernyataan Allah swt. dalam ayat di bawah ini :
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan jasadnya), lalu
Kutiupkan dari ruh-Ku ke dalamnya, maka bersujudlah kamu sekalian
kepadanya.” (Shaad:
72)
Jadi, dua unsur utama dalam kepribadian manusia adalah unsur materi yaitu
fisik manusia dan unsur ruh yaitu hati dan jiwa manusia. Selain dua unsur
tersebut ada satu unsur yang membuat manusia menjadi makhluk Allah yang
sempurna dibandingkan hewan dan tumbuhan, unsur tersebut adalah akal.
Ruh merupakan zat yang tak terlihat, tetapi
hakekat ruh itu terasa eksistensinya dalam
jiwa manusia. Fungsi utama ruh untuk merasakan, meyakini, menghendaki,
dan memutuskan. Rasulullah saw mengatakan bahwa di dalam jasad ada segumpal
daging. Bila daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun bila daging itu
rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Segumpal daging itu adalah hati manusia,
dalam hal ini konteks pembahasan hati bukanlah hati secara fisik, walaupun
hepar juga sangat menentukan kesehatan tubuh.
Akal adalah unsur dalam diri manusia yang
berfungsi untuk menampung dan memahami
informasi yang disimpan dalam otak, kemudian diproses dalam hati. Karena itulah
Al-Quran sering menyatakan bahwa kerja akal itu dalam hati, sebab memang tidak
ada jeda waktu dari proses-proses itu. Selanjutnya hasil keputusan hati itu
akan menjadi tekad. Dari tekad akan turun ke wilayah fisik menjadi sikap dan
tindakan.
Fisik atau jasad memiliki tugas utama yaitu mengekspresikan
kehendak dalam bentuk sikap dan tindakan yang diarahkan oleh akal dan keputusan
jiwa. Oleh karena itu fisik adalah kendaraan bagi akal dan jiwa kita. Para
ulama Islam mengatakan, “Jika engkau mempunyai jiwa besar, niscaya ragamu akan
lelah mengikuti kehendaknya.” Jadi kendaraan ini harus di up-grade
kemampuannya dan dipelihara terus menerus, agar sanggup membawa beban akal dan jiwa
kita. Sebab setiap masalah yang menimpa kendaraan ini akan mempengaruhi kondisi
akal dan jiwa kita.
Ketiga unsur manusia tersebut, adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
dan pemenuhan kebutuhannya pun harus seimbang. Bayangkan jika kita hanya memenuhi
kebutuhan ruh dan fisik, maka kita akan menjadi manusia bodoh yang tidak
mengetahui perkembangan zaman. Atau kita hanya memenuhi kebutuhan akal dan
fisik saja, maka bisa dipastikan kita menjadi manusia yang tidak mengenal Allah
bahkan mengingkari-Nya. Karena itu, jika kuliah/belajar kita rajin, makan dan
tidur kita teratur, maka ibadah dan shalat kita juga harus teratur. Itulah yang
dimaksud keseimbangan (tawazun).
POTENSI
MANUSIA
Manusia menyimpan potensi dalam dirinya. Potensi tersebut mengarah pada dua
kecenderungan yang berlawanan. Dua kecenderungan tersebut mengarahkan manusia
untuk berbuat takwa atau berbuat fujur.
“Maka
Dia (Allah) mengilhamkan kepada manusia (jalan) fujur dan taqwa.” (Asy-Syams: 8)
Fujur adalah representasi semua kebatilan, kejahatan
dan keburukan yang semua itu akan menghasilkan dosa dan kesengsaraan dan
muaranya adalah neraka. Sementara takwa adalah representasi
kebenaran, kebaikan dan keindahan yang semua itu menghasilkan pahala dan
kebahagiaan yang muaranya adalah surga. Nah, kita jadi tahu bukan apa yang
menyebabkan seseorang bisa masuk surga atau neraka?
Sesungguhnya potensi fujur dan potensi takwa tidak akan pernah bertemu pada
satu waktu dalam diri manusia. Tidaklah seseorang berbuat maksiat ketika ia
dalam keadaan beriman. Sebaliknya, orang-orang yang sedang kafir tidak
sekali-kali melakukan ketaatan kepada Allah. Demikian hadits Nabi menuturkan.
Maka, Allah swt. menjanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, balasan sesuatu
yang tidak diberikan kepada orang-orang kafir yang berbuat fujur.
Sebagaimana Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya orang kafir, ahli kitab, dan orang musyrik masuk ke dalam
neraka jahanam dan mereka kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek
makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah
surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya….” (Al-Bayyinah: 6-8)
Maka keputusan untuk memilih yang baik (surga) atau yang buruk (neraka) ada
pada diri kita. Dan tentu saja, kita ingin berada dalam kebaikan yang selalu
kekal di sisi Allah swt.
KEISTIMEWAAN
MANUSIA
Seperti dijelaskan di awal, manusia mempunyai keistimewaan yang tidak
dimiliki makhluk lain. Keistimewaan tersebut antara lain :
a.
Segi Penciptaan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai
sebaik-baik penciptaan, sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4)
Coba bandingkan organ tubuh kita dengan organ tubuh makhluk Allah yang
lain, pastilah kita akan melihat manusia lebih sempurna penciptaannya. Manusia
memiliki organ tubuh yang lebih sempurna fungsinya dibandingkan organ tubuh
pada makhluk ciptaan Allah lainnya. Coba perhatikan telapak tangan manusia,
dengan lima jari dan sistem ruas tulang yang ada di dalamnya, manusia dapat
mengerjakan perbuatan dari yang sangat berat hingga yang sangat rumit
sekalipun. Dari yang sangat kasar hingga yang sangat lembut sekalipun. Bandingkan dengan telapak tangan kera dengan
lima jari yang sama, seberapa banyak dia bisa berbuat? Bandingkan pula keelokan
wajah, keluwesan postur tubuh, hingga sistem biologis yang ada pada manusia,
semua lebih sempurna. Penciptaan otak manusia dengan segenap potensi yang
terkandung di dalamnya juga wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Walaupun ada
hewan yang dilengkapi otak, namun otak tersebut tidak berfungsi sebagaimana
otak manusia. Ada yang agak “cerdas” seperti kera, namun binatang tersebut sangat
rendah fungsi otaknya.
b.
Segi Ilmu
Penciptaan otak manusia dengan segenap potensi yang terkandung di dalamnya,
adalah wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan otak tersebut manusia bisa
menyerap ilmu dan sekaligus mengembangkannya. Semua itu terjadi karena manusia
diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh hewan dan tumbuhan, yaitu berupa
akal. Dengan analisis ilmu, manusia bisa melakukan seleksi informasi, bisa
menyimpulkannya, sekaligus mengembangkannya. Maka budaya dan selera manusia
dari waktu ke waktu terus berkembang seiring ilmu yang dimiliki. Ini tidak
dimiliki oleh binatang, mereka memiliki perilaku, selera, dan perasaan yang
tidak pernah berubah apalagi berkembang. Dari dulu, misalnya binatang tidak
punya rasa malu tidak pakai baju. Maka jika sekarang ada sebagian orang makin
suka buka-buka baju tandanya ilmunya makin jongkok (seperti binatang?).
Hewan hanya memiliki insting, sehingga segala gerak
dan perbuatannya hanya sekedar instinktif. Bisa jadi hewan mampu dilatih
untuk suatu hal tertentu, namun itupun hanya sekedar insting
bukan ilmu, sehingga ia tak akan mampu mengembangkannya. Apalagi dibandingkan
dengan tumbuhan yang tak diberi indera, maka terbukti manusia adalah
satu-satunya makhluk yang bisa mencerna ilmu dan teknologi secara baik.
c.
Segi Kehendak
Untuk Memilih
Kita sebagai manusia pastilah punya kehendak. Kita bisa memilih mana jalan
yang baik dan mana yang sesat. Sekadar ilmu belum tentu bisa mengarahkan kepada
kebaikan, yang bisa mengarahkan orang pada kebaikan adalah kemauan dan kehendak
yang kuat untuk mengamalkan ilmu itu dan menjadikan dirinya baik. Misalnya,
seseorang yang telah mengetahui bahwa mencuri itu perbuatan yang buruk, tapi ia
tetap melakukannya karena dia tidak memiliki kemauan dan kehendak yang kuat
untuk menghindari mencuri.
Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya
(manusia) jalan yang lurus, ada yang syukur ada pula yang kufur.” (Al-Insan: 3)
Dalam menentukan jalan hidup, manusia
mempunyai banyak pilihan karena ia memiliki kehendak, sehingga ada yang memilih
jalan Islam dan ada pula yang memilih jalan kufur. Lain halnya dengan para
malaikat, mereka hanya memiliki satu kemungkinan yaitu taat pada Allah swt.
d.
Segi Kedudukan/kemuliaan
Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara makhluk
lainnya di bumi, yakni ia sebagai pemimpin atau khalifah di bumi ini, sehingga
manusia bisa memanfaatkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya.
Sebagaimana firman Allah:
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala hal yang ada di bumi ini untuk
kamu.” (Al-Baqarah: 29)
“Dan sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (Bani Isra’il: 70)
Dengan ilmu yang dimilikinya, manusia bisa memanfaatkan segala sesuatu di
alam ini sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bersama.
e.
Segi Kemampuan
Bicara
Jika kita perhatikan semua makhluk hidup yang diberi mulut, semuanya dapat
berbicara dengan bahasa masing-masing. Binatang-binatang berbicara dengan
bahasa mereka masing-masing seperti yang disebut manusia sebagai mengembik,
mengaum, berkicau, dan lain-lain. Adapun manusia, ia bisa berbicara dengan
sempurna. Dengan simbol-simbol huruf yang terbatas jumlahnya, manusia dapat
mengungkapkan pikirannya yang rumit sekalipun sehingga bisa mentransfer ilmu
kepada orang lain. Dengan kata-kata itulah gagasan-gagasan terkomunikasikan dan
diwujudkan dalam realitas sehingga menjadi karya-karya besar peradaban manusia.
Inilah yang membedakannya dengan binatang. Allah swt berfirman:
“Ar-Rahman yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia,
mengajarnya pandai berbicara.” (Ar-Rahman: 1-4)
f.
Segi Kesiapan
Moral
Manusia dapat dibentuk menjadi baik atau buruk, bahkan bisa juga berperan
ganda sebagaimana orang munafik. Ia bisa jahat melebihi syaitan, sekaligus bisa
menjadi makhluk baik melebihi malaikat. Dalam segi ini sangat tampak perbedaan
manusia dengan binatang. Binatang sulit atau malah tidak bisa dibentuk dengan
sifat dan karakter mereka yang bermacam-macam. Karenanya tidak ada ya binatang
munafik? Sedangkan manusia bisa saja melakukannya dan bisa membentuk moralnya
menjadi apapun yang diinginkan.
MISI
MANUSIA DI MUKA BUMI
Subhanallah, kita telah belajar banyak tentang manusia.
Sekarang kita akan membicarakan tentang misi mengapa manusia diciptakan Allah
di muka bumi ini. Karena manusia memiliki keutamaan dan keistimewaan dibanding
manusia yang lainnya, maka sangat wajar jika konsekuensinya adalah manusia
mengemban amanah dan tugas yang berat dalam kehidupan ini.
Setidaknya, ada tiga misi diciptakannya manusia di bumi ini, yaitu :
1.
Beribadah Kepada Allah SWT
Allah memerintahkan manusia
untuk beribadah sebagai bentuk rasa syukur atas karunia dan nikmat yang
diberikan-Nya seperti disampaikan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 berikut.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Jadi tugas utama kita adalah menyembah
(beribadah) kepada Allah, bukan untuk yang lainnya. Kita harus ingat, ibadah
disini dalam arti luas yang tidak melulu shalat, zakat, puasa, naik haji dan
sebagainya, namun bermakna luas. Segala sesuatu yang diperbuat seseorang karena
ketaatan dan ketundukannya kepada Allah adalah ibadah. Saat kita kuliah dengan
niat bismillah mencari ilmu Allah, maka itu bisa dihitung ibadah. Ketika
kita tersenyum ikhlas pada saudara seiman itu juga ibadah. Bahkan sekedar
menyingkirkan duri/rintangan di jalan pun dikatakan Rasulullah sebagai ibadah.
Ibnu Taimiyah mengartikan ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhoi-Nya. Prinsip “hidup hanya untuk beribadah” jangan dimaknai
meninggalkan berbagai aktivitas untuk melaksanakan ritual ibadah tapi dimaknai
dengan menjadikan seluruh aktivitas kehidupan bernilai
ibadah.
2.
Sebagai Pemimpin
di Muka Bumi (khalifah fil ardhi)
Allah swt. memilih manusia untuk memimpin dan mengelola bumi dengan seluruh
isinya. Hal ini karena kelebihan manusia atas kehendak Allah swt. yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain, yakni kecerdasan yang dimilikinya. Perhatikan
firman Allah swt berikut:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “sesungguhnya Aku
hendak menjadikan khalifah di muka bumi. ”Mereka berkata, “Mengapa Engkau
hendak menjadikan khalifah di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang engkau tidak ketahui.” (Al-Baqarah: 30)
Nah, ternyata manusialah yang dipilih Allah untuk memimpin di bumi, bukan
malaikat atau yang lainnya. Pemberian hak kepemimpinan oleh Allah swt. kepada
manusia dapat diilustrasikan dengan pemberian hak kepemimpinan seorang presiden
kepada seorang gubernur untuk memimpin sebuah wilayah provinsi tertentu.
Meskipun seorang gubernur memiliki kekuasaan, namun dia tetap terikat kepada
kebijakan yang ditetapkan seorang presiden. Demikian kekhilafahan yang
diamanahkan kepada manusia oleh Allah swt, tetap dengan beberapa batasan, yaitu
: Pertama, orang yang diangkat sebagai pemimpin (khalifah) bukan
berfungsi sebagai penguasa mutlak, karena jelas, penguasa mutlak itu hanya
Allah swt. Kedua, ia harus berbuat berdasarkan perintah yang
mengangkatnya, bukan atas kemauannya sendiri. Ketiga, ia tidak boleh
bertindak melampaui batas yang telah ditentukan. Keempat, ia harus
berbuat menurut kehendak yang mengangkat. Jadi, tetap ada ketundukan dan kepatuhan
kepada Allah swt.
Disinilah fungsi amar ma’ruf nahi munkar itu. Manusia diberi pilihan
untuk bisa memimpin dengan baik atau sebaliknya, menjadikan kerusakan. Dan
kembali kepada konsekuensi di awal, segala perbuatan kita akan bermuara pada
surga atau neraka di akhirat nanti.
“Setiap kalian (manusia) adalah pemimpin yang kelak pastilah akan dimintai
pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari & Muslim dari Ibnu Umar)
3.
Misi Peradaban (Al ‘Imarah)
Manusia dengan berbagai potensi yang dianugerahkan Allah, adalah makhluk
berperadaban. Dengan otaknya, manusia mampu menciptakan karya-karya besar dalam
kehidupan ini untuk meramaikan dan memakmurkan kehidupan agar lebih nyaman
ditinggali. Allah swt berfirman dalam QS. Hud ayat 61, yaitu “Dan kepada
Samud (Kami utus) saudara mereka, Salih. Salih berkata, ”Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhan-ku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Hud : 61)
Bersamaan dengan itu, Islam hadir dengan tuntunan syariatnya yang
komprehensif dan integral, yang memungkinkan manusia memberdayakan seluruh
potensinya untuk mengemban misi agung sebagai makhluk yang berperadaban, untuk
membangun kehidupan dengan bimbingan nilai-nilai luhur Islam.
Kita tentu ingat bagaimana Rasulullah dan para sahabat membentuk peradaban
yang luar biasa indah. Kisah teladan itulah yang kita contoh untuk membangun
peradaban manusia agar kembali kepada Al-Quran dan sunnah Rasul.
Nah, semua tentang manusia sudah kita bahas. Tentunya kini kita mengetahui
jawaban pertanyaan di awal bab ini. Bahwa kita sebagai manusia adalah hamba
Allah yang tidak boleh hidup semaunya sendiri, karena yang menciptakan kita
telah membuat aturannya. Jika tidak tinggal di bumi Allah, maka di mana lagi
kita hidup? Dan sungguh murka pemilik bumi ini yang telah memberikan
kepercayaannya kepada kita, jika kita selalu menentang dan bermaksiat pada-Nya.
Na’udzubillah!
Pencerahan tentang hakikat diri telah kita dapatkan, maka sekaranglah
saatnya untuk mereformasi diri kita menjadi manusia yang cerdas. Manusia yang
tidak hanya memikirkan kepentingan dunia (yang hanya sesaat), namun juga
berpikir jauh ke depan tentang kematian dan kehidupan akhirat. Selamat
berproses!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar